Waktu-waktu Istimewa
Berkomunikasi, entah itu sharing, menyampaikan informasi, atau memberikan nasihat, tidak bisa dilepaskan dari situasi dan kondisi yang ada saat komunikasi itu terjadi. Artinya, bukan sekedar memindahkan pesan, berkomunikasi juga memindahkan sejumlah variabel yang mengikutinya, agar menimbulkan efek atau respon yang diinginkan. Sehingga selalu ada keadaan yang lebih tepat dan sesuai dibanding dengan yang lain. Seperti doa yang juga memiliki waktu-waktu mustajabnya.
Dan, beda situasi dan kondisi, beda pula hasil yang akan muncul. Sehingga dalam banyak hal, kita tidak bisa berprinsip ‘yang penting saya sudah menyampaikan’ tanpa melihat kemandulan pesan kita, sebab banyak pesan yang salah dimengerti karena salah cara dan salah memilih kondisi. Ada orang yang merasa tersinggung dan marah saat orang yang berbicara kepadanya merasa memberinya nasihat. Atau merasa dipermalukan padahal pihak lain merasa sedang mengingatkannya.
Pun demikian halnya dengan pendidikan anak-anak kita. Para calon penerus masa depan itu adalah manusia-manusia berpotensi besar dan hebat, insyaallah, kelak di kemudian hari. Yang karenanya mereka membutuhkan pendidikan yang benar dan terarah secara bertahap. Sebab alih-alih menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah, mereka akan banyak memusingkan kepala dan menambah beban hidup jika kita gagal mendidik mereka dengan baik.Arahan dan bimbingan yang kita berikan kepada mereka juga membutuhkan kondisi yang munasib, yang sesuai agar tepat sasaran, selain keteladanan yang tulus. Banyak lho, orangtua yang capek berbicara hingga berbusa-busa namun tidak didengarkan dengan baik karena tidak tepat memilih suasana. Banyak berbicara di hampir setiap suasana tentu saja bukan cara mendidik yang baik. Selain terkesan cerewet, lalu lintas informasi yang tidak hadir tepat waktu, tidak akan memberikan pengaruh kepada pendengarnya secara maksimal.Karena bagaimanapun, manusia juga memiliki hati yang mudah berubah-ubah dan terpengaruh suasana, bukan sekedar akal guna menangkap pesan yang didengar.
Kesempatan emas yang pertama guna menyampaikan bimbingan dan arahan adalah saat makan. Kondisi lapar atau rakus karena menginginkan yang lebih, banyak dan lebih besar dari yang lain, seringkali membuat keributan dan memunculkan perangai buruk. Selain tepat untuk mendampingi anak-anak dan menyelesaikan keributan yang mungkin ada, makan bersama merupakan saat yang tepat untuk mengajarkan sesuatu kepada mereka, juga memperbaiki kesalahan yang ada.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pernah menemani anak-anak makan, kemudian beliau meluruskan kekeliruan yang ada dengan sangat bijak. Seperti yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari Umar bin Abi Salamah yang pernah mengalami makan bersama Rasulullah. Ketika tangannya hendak menyentuh piring, Rasulullah bersabda kepadanya, “Nak, sebutlah nama Allah dulu, kemudian makanlah dengan tangan kananmu, dan ambillah makanan yang terdekat denganmu!” Kelak, nasihat ini sangat membekas di benak Umar bin Abi Salamah kecil.
Masalahnya adalah, berapa di antara kita yang memiliki kebiasaan makan bersama, hingga meski hanya sekali dalam seharinya?
Kesempatan emas yang kedua adalah ketika anak menderita sakit. Sebab bukan hanya kanak-kanak, orangtua yang keras hati dan berperangai kasar sekalipun, bisa menjadi lembut saat mereka merasakan sakit. Saat itulah mereka akan mudah menerima nasihat yang masuk. Dan pada anak-anak, mereka akan semakin mudah menerima arahan sebab jiwa kanak-kanak mereka yang lembut, bahkan saat sehat, memungkinkan semua itu.
Saat anak sakit adalah kesempatan yang sangat bagus untuk meluruskan kesalahan dan melakukan pembinaan pendidikan, bahkan hingga kepada masalah-masalah keyakinan atau akidah. Seperti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam yang pernah mengunjungi seorang anak Yahudi yang sedang sakit. Dalam kesempatan yang sangat berharga itu, Rasulullah mengajak anak itu untuk memeluk islam, dan dia memenuhi ajakan beliau. Alhamdulillah!
Maka mari kita teladani Rasulullah dengan mendampingi anak-anak kita saat sakit, untuk kemudian memberikan arahan dan bimbingan yang mereka butuhkan secara bijaksana.
Sedang kesempatan emas yang lain adalah saat melakukan perjalanan atau berwisata. Ibnu Abbas mengisahkan tentang bimbingan yang didapatkannya dari Rasulullah saat dia membonceng beliau yang mengendarai bighal dalam sebuah safar. “Nak, peliharalah hak-hak Allah, niscaya Dia akan selalu menjagamu!” demikian Rasulullah bersabda kepadanya.
Selain pengetahuan tentang waktu istimewa untuk membimbing anak-anak, yang perlu kita perhatikan juga adalah sikap kita saat menyampaikan arahan itu, juga pilihan bahasa yang kita pakai. Rasulullah memanggil anak-anak shahabat itu dengan kasih sayang, ya bunayya atau ya ghulam yang menunjukkan kedekatan dan kelembutan. Beliau memangku Umar bin Abi Salamah, dan menggendong Abdullah bin Ja’far saat menyampaikan arahan.
Alangkah jelasnya semua arahan beliau shalallahu ‘alaihi wa salam yang suci ini. Semoga kita dimampukan Allah meneladani Rasulullah dalam semua aspek kehidupan kita. Wallahu a’lam bis shawwab! (Abu Safana)