AYO DUKUNG PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI BUMI INDONESIA TERCINTA

Rabu, 30 Juni 2010

Pendeta Bram Akhirnya Mengaku Khilaf

Dirinya mengku khilaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan pemurtadan lagi

Hidayatullah.com--Teka-teki siapa dalang merebaknya kasus pemurtadan dengan dalih pemberian bantuan sembako di Kota Bandung, akhirnya terkuak. Adalah seorang pendeta bernama Abraham (55) atau yang akrab dipanggil Bram. Ia mengaku khilaf atas ulahnya dengan memberi bantuan sembako kepada beberapa warga di Babakan Ciaparay Kota Bandung beberapa waktu lalu.

Hal tersebut terungkap Selasa malam (29/6) dalam dialog antara KPUB (Komite Peduli Ummat Bandung) dengan Pendeta Bram di sebuah rumah makan di kawasan Jl. Soekarno Hatta Bandung.

“Saya tidak bermaksud memurtadkan atau mengajak pindah agama seseorang sesuai agama yang saya anut. Saya hanya bermaksud memberi bantuan sosial saja,” kilah Bram.

Namun pernyataan Bram segera disanggah Euis Rifqi dari LSM Insan Kamil selaku pembina korban pedangkalan aqidah tersebut.

“Seharusnya jika hanya ingin memberi bantuan sembako saja, warga tidak perlu dibawa ke tempat rekreasi dengan proses seperti orang dibaptis dengan dengan menyebut “Demi Yesus segala,” tukas Euis.

Menurut Euis, warga binaannya tidak hanya sekali diberi bantuan, dengan terlebih dahulu diajak tamasya. Setidaknya dirinya mendapat laporan dari beberapa warga yang sempat ikut sebanyak tiga kali. Sudah ada indikasi ada niat terselubung yang mengarah pada pedangkalan aqidah.

Saat dirinya disebut telah melakukan pembaptisan, Bram segera menolak. Menurutnya, apa yang telah dilakukannya hanya sekedar menolong, dan warga yang datang saat itu ingin belajar dan dirinya tidak merasa mengundang.

Disinggung soal penggunaan beberapa ayat Al Qur’an dalam mempengaruhi para penerima bantuan, Bram tidak merasa membacakannya. Hanya, imbuh Bram, dirinya mengatakan dan menjelaskan bahwa di dalam Alkitab juga ada kata “celupan” atau “shibghah” dalam Surat Al Baqarah 138.

“Celupan dalam pemahaman saya adalah pertaubatan atau pengakuan dosa seorang untuk kembali kepada Tuhan,” jelas Bram.

Sementara Euis mengganggap pemahaman Bram soal kata “celupan” atau “shibghah” terlalu dangkal dan tidak sesuai dengan makna ayat Al Qur’an. Euis juga menyayangkan ulah Bram tersebut yang dengan gegabah telah menjelaskan suatu pemahaman pada orang yang tidak seagama dengannya.

Dalam dialog tersebut tidak terjadi debat sengit maupun kata-kata keras yang saling menghujat. Malah dengan bahasa yang lembut dan sopan, Euis justru gembira jika Bram juga mempelajari Al Qur’an.

“Saya gembira jika Pak Bram juga mempelajari Al Qur’an dan saya berdoa semoga Pak Bram mendapat hidayah seperti pendeta yang lain yang telah masuk Islam,” doa Euis.

Mendapat “support” demikian Bram hanya senyum-senyum, sambil menganggukkan kepalanya.

Di akhir pertemuan tersebut secara terbuka Bram mengakui segala tindakannya dan menganggap itu sebuah kekhilafan dan ketidaktahuan. Untuk itu dirinya memohon maaf, khususnya kepada warga penerima bantuan, juga kepada Euis selaku pembinanya.

”Saya mohon maaf dan telah khilaf serta berjanji tidak akan mengulangi lagi,” ujar Bram.

Permintaan maaf Bram tersebut disaksikan beberapa orang yang sempat menerima bantuan dan juga beberapa anggota KPUB.

Saat dimintai keterangan hidayatullah.com, Hari Nugraha (40) selaku koordinator KPUB yang turut hadir dalam pertemuan tersebut menjelaskan, sebenarnya pendeta Bram sempat dilaporkan ke Kepolisian beberapa minggu setelah kejadian tersebut.

”Kita sudah laporkan kasus ini ke Polwiltabes Bandung beberapa minggu lalu. Kemudian tadi saya di hubungi Pak Bram untuk pertemuan malam ini,” jelas Hari.

Kejadian pemberian bantuan yang dilakukan pendeta Bram sendiri terakhir dilakukan akhir Mei 2010.

Seperti pernah diberitakan hidayatullah.com sebelumnya, akhir Mei 2010 yang lalu beberapa warga Babakan Ciparay Kota Bandung diberi paket bantuan oleh seseorang berupa beras lima kilogram, handuk, dan uang lima puluh ribu rupiah. Saat itu sekitar 13 warga tertarik dengan paket tersebut.

Menurut keterangan warga yang ikut, sebelum memperoleh paket tersebut mereka diajak ke tempat wisata pemandian di pinggiran Kota Banduung. Selanjutnya mereka dicelupkan sambil diminta mengatakan, ”Demi Yesus”.

Belakangan terungkap pelakunya adalah seorang pendeta Bram dari Gereja Advent Hari Ketujuh.

Disinggung apa rencana selanjutnya yang akan dilakukan KPUB setelah pertemuan malam ini? Hari mengatakan, akan segera mempelajari dan mengkomunikasikan dengan elemen ormas Islam di Kota Bandung.

Dalam pantauan hidayatullah.com, pertemuan tersebut memang tidak dihadiri ormas-ormas Islam Kota Bandung. Hanya dari KPUB dan Insan Kamil yang nampak hadir. Padahal ini bisa menjadi momen penting di mana pengakuan dan permintaan maaf pendeta Bram bisa disaksikan ormas Islam agar ia tidak membuat ulah lagi. [man/hidayatullah.com]Keterangan foto: Pendeta Bram (berdiri nomor 2 dari kiri / memakai rompi hitam) berjabat tangan dengan Hari Nugraha dari KPUB.Pendeta Bram Akhirnya Mengaku Khilaf

Dirinya mengku khilaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan pemurtadan lagi

Hidayatullah.com--Teka-teki siapa dalang merebaknya kasus pemurtadan dengan dalih pemberian bantuan sembako di Kota Bandung, akhirnya terkuak. Adalah seorang pendeta bernama Abraham (55) atau yang akrab dipanggil Bram. Ia mengaku khilaf atas ulahnya dengan memberi bantuan sembako kepada beberapa warga di Babakan Ciaparay Kota Bandung beberapa waktu lalu.

Hal tersebut terungkap Selasa malam (29/6) dalam dialog antara KPUB (Komite Peduli Ummat Bandung) dengan Pendeta Bram di sebuah rumah makan di kawasan Jl. Soekarno Hatta Bandung.

“Saya tidak bermaksud memurtadkan atau mengajak pindah agama seseorang sesuai agama yang saya anut. Saya hanya bermaksud memberi bantuan sosial saja,” kilah Bram.

Namun pernyataan Bram segera disanggah Euis Rifqi dari LSM Insan Kamil selaku pembina korban pedangkalan aqidah tersebut.

“Seharusnya jika hanya ingin memberi bantuan sembako saja, warga tidak perlu dibawa ke tempat rekreasi dengan proses seperti orang dibaptis dengan dengan menyebut “Demi Yesus segala,” tukas Euis.

Menurut Euis, warga binaannya tidak hanya sekali diberi bantuan, dengan terlebih dahulu diajak tamasya. Setidaknya dirinya mendapat laporan dari beberapa warga yang sempat ikut sebanyak tiga kali. Sudah ada indikasi ada niat terselubung yang mengarah pada pedangkalan aqidah.

Saat dirinya disebut telah melakukan pembaptisan, Bram segera menolak. Menurutnya, apa yang telah dilakukannya hanya sekedar menolong, dan warga yang datang saat itu ingin belajar dan dirinya tidak merasa mengundang.

Disinggung soal penggunaan beberapa ayat Al Qur’an dalam mempengaruhi para penerima bantuan, Bram tidak merasa membacakannya. Hanya, imbuh Bram, dirinya mengatakan dan menjelaskan bahwa di dalam Alkitab juga ada kata “celupan” atau “shibghah” dalam Surat Al Baqarah 138.

“Celupan dalam pemahaman saya adalah pertaubatan atau pengakuan dosa seorang untuk kembali kepada Tuhan,” jelas Bram.

Sementara Euis mengganggap pemahaman Bram soal kata “celupan” atau “shibghah” terlalu dangkal dan tidak sesuai dengan makna ayat Al Qur’an. Euis juga menyayangkan ulah Bram tersebut yang dengan gegabah telah menjelaskan suatu pemahaman pada orang yang tidak seagama dengannya.

Dalam dialog tersebut tidak terjadi debat sengit maupun kata-kata keras yang saling menghujat. Malah dengan bahasa yang lembut dan sopan, Euis justru gembira jika Bram juga mempelajari Al Qur’an.

“Saya gembira jika Pak Bram juga mempelajari Al Qur’an dan saya berdoa semoga Pak Bram mendapat hidayah seperti pendeta yang lain yang telah masuk Islam,” doa Euis.

Mendapat “support” demikian Bram hanya senyum-senyum, sambil menganggukkan kepalanya.

Di akhir pertemuan tersebut secara terbuka Bram mengakui segala tindakannya dan menganggap itu sebuah kekhilafan dan ketidaktahuan. Untuk itu dirinya memohon maaf, khususnya kepada warga penerima bantuan, juga kepada Euis selaku pembinanya.

”Saya mohon maaf dan telah khilaf serta berjanji tidak akan mengulangi lagi,” ujar Bram.

Permintaan maaf Bram tersebut disaksikan beberapa orang yang sempat menerima bantuan dan juga beberapa anggota KPUB.

Saat dimintai keterangan hidayatullah.com, Hari Nugraha (40) selaku koordinator KPUB yang turut hadir dalam pertemuan tersebut menjelaskan, sebenarnya pendeta Bram sempat dilaporkan ke Kepolisian beberapa minggu setelah kejadian tersebut.

”Kita sudah laporkan kasus ini ke Polwiltabes Bandung beberapa minggu lalu. Kemudian tadi saya di hubungi Pak Bram untuk pertemuan malam ini,” jelas Hari.

Kejadian pemberian bantuan yang dilakukan pendeta Bram sendiri terakhir dilakukan akhir Mei 2010.

Seperti pernah diberitakan hidayatullah.com sebelumnya, akhir Mei 2010 yang lalu beberapa warga Babakan Ciparay Kota Bandung diberi paket bantuan oleh seseorang berupa beras lima kilogram, handuk, dan uang lima puluh ribu rupiah. Saat itu sekitar 13 warga tertarik dengan paket tersebut.

Menurut keterangan warga yang ikut, sebelum memperoleh paket tersebut mereka diajak ke tempat wisata pemandian di pinggiran Kota Banduung. Selanjutnya mereka dicelupkan sambil diminta mengatakan, ”Demi Yesus”.

Belakangan terungkap pelakunya adalah seorang pendeta Bram dari Gereja Advent Hari Ketujuh.

Disinggung apa rencana selanjutnya yang akan dilakukan KPUB setelah pertemuan malam ini? Hari mengatakan, akan segera mempelajari dan mengkomunikasikan dengan elemen ormas Islam di Kota Bandung.

Dalam pantauan hidayatullah.com, pertemuan tersebut memang tidak dihadiri ormas-ormas Islam Kota Bandung. Hanya dari KPUB dan Insan Kamil yang nampak hadir. Padahal ini bisa menjadi momen penting di mana pengakuan dan permintaan maaf pendeta Bram bisa disaksikan ormas Islam agar ia tidak membuat ulah lagi. [man/hidayatullah.com]Keterangan foto: Pendeta Bram (berdiri nomor 2 dari kiri / memakai rompi hitam) berjabat tangan dengan Hari Nugraha dari KPUB.