AYO DUKUNG PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI BUMI INDONESIA TERCINTA

Rabu, 23 Juni 2010

Densus 88 Baku Tembak dengan Abdullah Sunata Cs

Klaten (voa-islam.com) Lagi, Densus 88 menewaskan 1 orang dalam pengerebekan di Klaten. Densus 88 juga menangkap mujahidin yang sudah malang melintang di jagad jihad tanah air, Abdullah Sunata dan 2 orang lain yang belum diketahui identitasnya.
Berita yang berkembang, penggerebekan yang dimulai pukul 16.15 WIB, membidik rumah di Jl. Mojopahit No 2, Dusun Cangkringan, Desa Gelang Wetan, Kecamatan Klaten Utara tersebut milik A Wagiman, yang terletak didekat kantor Pengadilan Negeri Klaten. Saat ini Polisi masih melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi penggerebekan diduga teroris Klaten. Warga sekitar sempat mendengar suara tembakan dan asap yang mengepul.

Densus  88 menewaskan Juli Hartono (ada juga yang menyebut Yuli Sartono dan Yuli Karsono) dan menangkap 2 orang lainnya di lokasi yang berada di jalan provinsi Solo - Yogyakarta ini. Abdullah Sonata ditangkap dalam keadaan hidup bersama dengan dua orang lainnya bernama Sogir dan Agus Mahmudi. Selanjutnya jenazah Juli Hartono akan di bawa ke Yogyakarta.
Namun laporan kontributor voa-islam.com menegaskan bahwa yang tertangkap 4 orang, dengan 2 orang tertembak, namun hanya 1 yang tewas. Warga sekitar juga memaparkan bahwa oknum Densus88 sudah mengintai lokasi selama kurang lebih 2 bulan.
Juli Hartono merupakan mantan Praka yang pernah dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan dipecat dari keanggotaan TNI akibat kasus kepemilikan amunisi tanpa izin dan ikut dalam aktivitas Majelis Mujahidin Indonesia. Sebelumnya Juli Hartono dijatuhkan hukuman dalam putusan sidang Pengadilan Militer Bandung II-09 pada Maret 2006.
Umat Islam patut mengawal agar tidak ada rekayasa kembali.
Operasi pemberantasan terorisme yang dilakukan kepolisian dinilai penuh keganjilan dan terdapat pelanggaran HAM berat.
Hal ini disampaikan Munarman SH, pengurus Forum Umat Islam (FUI) yang juga anggota TPM (Tim Pengacara Muslim) dalam pertemuan dengan Komisi III DPR RI di Jakarta, (17/6/2010).
Salah satu keganjilannya, menurut Munarman, adalah adanya posko-posko yang dibentuk oleh tim Buser atau Satgas anti Bom –bukan Densus– di mana posko ini tidak berada di lingkungan markas kepolisian RI baik itu Mabes Polri, di Polda maupun di Polsek. Posko ini bukan hanya untuk penanganan kasus terorisme, namun juga digunakan untuk penanganan tindak pidana lainnya.
Munarman mencontohkan, dalam tindak pidana curas (pencurian dengan kekerasan) orang-orang yang ditangkap itu biasanya terlebih dahulu tidak langsung dibawa ke kantor polisi tetapi disimpan dahulu di suatu tempat.
“Data ini adalah hasil wawancara langsung dengan para narapidana. Jadi, mereka ditangkap, dipukuli dan digebugi dulu baru kemudian dibawa ke penyidik di markas kepolisian,” tegasnya.
Munarman menambahkan, salah satu posko tempat dilakukan penyiksaan untuk mendapatkan pengakuan dari para tersangka terorisme adalah Hotel Pondok Wisata di Lebak Bulus.
...Para pelaku ditelanjangi lalu dibawa ke hotel tersebut kemudian diancam akan disodomi. Ini adalah upaya sitematis karena ini telah menjadi pola kerja umum...
“Para pelaku ditelanjangi lalu dibawa ke hotel tersebut kemudian diancam akan disodomi termasuk di antara salah satunya adalah Muhammad Jibriel. Inil adalah upaya sitematis karena ini telah menjadi pola kerja umum,” jelas dia.
Munarman mengaku dirinya mendapat informasi dari mantan Kabareskrim Susno Duaji tentang adanya Satgas-Satgas liar yang dibentuk oleh tim-tim khusus di luar struktur jabatan kepolisian.
“Dalam penanganan kasus terorisme ini ada tim lain di luar Densus 88 yang bernama Satgas Anti Bom yang mengumpulkan para alumni-alumni baru. Ia merekrut sebanyak 40 orang yang tugasnya untuk melakukan pengejaran (Tim Buser),” papar dia. “Nah, tim inilah yang melakukan pembunuhan, penyiksaan terhadap para tersangka kasus terorisme,” tambahnya. (des)