AYO DUKUNG PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI BUMI INDONESIA TERCINTA

Minggu, 15 Agustus 2010

Pendapat Jurnalis Non Muslim Terhadap Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dan Isu Teroris
Oleh : Mega Simarmata, Pemimpin Redaksi KATAKAMI.COM

Pesan Tulus Nan Sederhana Pada Ustadz Abu Bakar Baasyir

Jakarta 25/5/2010 (KATAKAMI) Nama saya Mega Simarmata. Seorang anak bangsa Indonesia yang secara total bekerja sebagai jurnalis independen. Saya membenci semua aksi kekerasan di muka bumi ini. Terutama kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang bernama TERORISME. Uniknya, saya bisa bersahabat dengan sangat baik dan begitu menyentuh hati kepada orang yang paling dituding sebagai Bapaknya Teroris di Indonesia ini yaitu dengan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir selaku Pemimpin Pondok Pesantren Islam Al Mukmin Ngruki Sukoharjo.

Saya memanggil beliau dalam kontak-kontak kami dengan panggilan Ustadz Abu. Persahabatan yang unik inipun memang benar-benar unik karena dari sekian tahun kedekatan yang menyentuh hati itu, tak sekalipun kami pernah bertemu. Komunikasi kami hanya lewat orang ketiga yang menjadi tangan kanan atau orang kepercayaan beliau. Biasanya, saya mengirim pesan singkat SMS kepada Ustadz Abu Bakar Baasyir melalui tangan kanan dan atau orang kepercayaannya ini. Begitu juga sebaliknya, Ustadz Abu juga kerap membalas pesan-pesan saya lewat orang ketiga yang begitu dipercayainya tadi.

Perjalanan waktu selama bertahun-tahun terakhir ini, persahabatan dan komunikasi antara kami sering ditandai dengan keluh kesah saya sebagai jurnalis tentang maraknya aksi-aksi terorisme di Indonesia. Insting saya sebagai jurnalis mencium gelagat bahwa target sesungguhnya yang ingin dibidik oleh Tim Anti Teror Polri adalah Ustadz Abu Bakar Ba'asyir.

Tetapi Tim Anti Teror Polri kesulitan mendapat indikasi keterlibatan (apalagi bukti-bukti yuridis) yang sangat kuat untuk bisa menjerat, menjebak, dan menyeret Ustadz Abu ke muka Pengadilan.
Sebab Indonesia memang secara nyata tak mampu membuktikan tudingan bahwa Ustadz Abu adalah teroris.

Membuktikan Ustadz Abu sebagai teroris saja tidak mampu, apalagi membuktikan bahwa Ustadz Abu adalah Bapaknya Teroris Indonesia. Pada proses peradilan yang digelar beberapa tahun lalu, Majelis Hakim menyatakan Ustadz Abu bersalah hanya dalam kesalahan administrasi menyangkut paspor yang dimiliki Ustadz Abu.

Dari perjalanan panjang periode tahun 2005- Desember 2006 terkait proses hukum yang ditimpakan kepada Abu Bakar Ba'asyir yaitu dari Pengadilan Tingkat Pertama di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tingkat Banding di Pengadilan Tinggi hingga akhirnya tahapan PK atau Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung, diputuskan bahwa Abu Bakar Ba'asyir dinyatakan tidak terlibat dalam kasus-kasus terorisme.

Kesalahan atau perbuatan melanggar hukumnya hanya sebatas pelanggaran imigrasi semata.
Tidak ada yang berbau terorisme. Tidak terbukti secara legal di muka hukum bahwa Ustadz Abu adalah teroris. Itu permasalahannya.

Sehingga, penanganan terorisme harus didudukkan pada posisi yang sebenarnya yaitu jika memang patut dapat diduga ada seseorang yang diyakini merupakan bagian dari jaringan terorisme maka aparat kepolisian wajib menemukan dan mendapatkan bukti-bukti yuridis. Jangan menuding seseorang secara berlebihan tetapi ketika orang tersebut digiring ke muka hukum, tak ada satupun tudingan tentang keterlibatan dalam jaringan terorisme itu yang terbukti. Kalau memang benar Ustadz Abu adalah teroris maka carilah bukti-bukti yuridis yang sesungguhnya. Jangan ada rekayasa.
Jangan ada pemaksaan kehendak bahwa manusia yang bernama Ustadz Abu Bakar Ba'asyir harus dan wajib diberi stigma sebagai teroris. Indonesia adalah negara hukum. Dan biarlah HUKUM menjadi PANGLIMA di negaranya masing-masing.

Yang sangat kuat tersirat, tersurat dan terucap dari figur Ustadz Abu Bakar Baasyir adalah kegigihannya untuk menerapkan syariat Islam sebagai fondasi yang kokoh bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini dapat dipahami karena latar belakang Ustadz Abu sebagai Ulama Islam.
Tak cuma Ustadz Abu, beberapa partai politik yang berbasiskan nilai-nilai relijius juga berkehendak menjadikan syariat Islam sebagai dasar negara. Apakah karena kehendak yang tulus dari mereka yang berbasiskan agama Islam ini, maka mereka akan mendapat stigma yang sama yaitu masuk dalam kategori teroris ? Tidak sama sekali !

Gerakan Islamisasi bukan bagian dari mata rantai terorisme. Gerakan Islamisasi adalah sebuah niatan suci yang sah-sah saja diusulkan untuk diterapkan di sebuah Negara seperti Indonesia karena memang Indonesia adalah negara berpenduduk ISLAM terbesar di dunia.

Tapi di Indonesia, gerakan Islamisasi itu akan sulit dijalankan karena para FOUNDING FATHER INDONESIA telah membangun dasar-dasar ideologi yang sangat kuat bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia ini yaitu Pancasila dan Undang-Undang 1945.

Dan kembali pada sosok Ustadz Abu Bakar Baasyir. Bisa jadi beliau tahu dan memang mendapatkan informasi bahwa ada PETINGGI POLRI yang mengaku paling hebat dalam penanganan terorisme di negara ini justru patut dapat diduga menjadi beking dari mata rantai mafia narkoba internasional.
Ustadz Abu juga pasti tahu bahwa dalam banyak operasi penanganan terorisme di Indonesia beberapa tahun terakhir ini memang terkesan membantai umat Islam.

Satu contoh nyata, penembakan brutal di malam takbiran tahun 2006 yaitu Densus 88 Anti Teror (atas perintah dari seorang petinggi Polri) menembaki sebuah Pondok Pesantren di Poso, Sulawesi Tengah.

Komnas HAM menyatakan POLRI secara nyata telah melakukan PELANGGARAN HAM pada peristiwa penembakan di malam takbiran tahun 2006 di Poso. Bukan TNI yang dinyatakan melakukan PELANGGARAN HAM oleh Komnas HAM atas peristiwa brutalisme itu, melainkan POLRI atau tepatnya Densus 88 Anti Teror Polri.

Kemudian atas perintah dari petinggi Polri yang sama, maka Densus 88 Anti Teror juga menembaki perumahan warga sipil di Poso tanggal 22 Januari 2007 yang menewaskan belasan warga sipil.
Densus 88 Anti Teror yang mengaku hendak menangkap orang-orang yang dididuga teroris serta masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) justru menewaskan belasan umat Islam yang namanya tidak termasuk dalam DPO.

Komnas HAM juga menyatakan bahwa POLRI telah melakukan PELANGGARAN HAM pada peristiwa yang brutal dan sadis ini bulan Januari 2007. Sekali lagi, bukan TNI yang dinyatakan melakukan PELANGGARAN HAM oleh Komnas HAM atas peristiwa brutalisme itu, melainkan POLRI atau tepatnya Densus 88 Anti Teror Polri.

Jujur saja, memang ada tindakan-tindakan Densus 88 Anti Teror yang sudah sangat berlebihan dan merugikan umat Islam di Indonesia. Ini fakta. Ini realita. Salahkah kalau kalangan Ulama Islam dan Tokoh-Tokoh Islam merasa terpukul dan tidak senang atas brutalisme yang mengorbankan umat Islam ?

Islam bukanlah musuh dari setiap gerakan anti terorisme.
Islam adalah sebuah agama dan komunitas yang sangat terhormat di muka bumi ini.
Islam adalah sebuah agama dan komunitas yang memang mengajarkan kasih sayang kepada sesamanya manusia.
Islam adalah kekuatan terbesar yang memang nyata-nyata ada dan eksis di berbagai belahan dunia.

Sehingga dalam penanganan terorisme itu sendiri, banyak hal yang harus diluruskan dan dibenahi kembali. Ustadz Abu Bakar Baasyir sibuk menjalani kegiatan dakwah dalam hari-hari beliau.
Dituding atau tidak dituding, yang dijalani oleh Ulama Islam yang sangat keras ini adalah konsisten melakukan kegiatan dakwah ke berbagai daerah. Menyuarakan ajaran Islam tanpa henti.
Tetapi tanpa beliau sadari, kegigihan untuk melakukan gerakan Islamisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini mendapat sebuah kejutan yang tak disadari oleh beliau sendiri yaitu “dipertemukan secara unik”, sangat terkesan dan memutuskan untuk mau bersahabat baik dengan seorang jurnalis (non Islam), yaitu saya sendiri.

Berkali-kali Ustadz Abu mengirimkan pesan agar saya masuk Islam. Dan setiap kali Ustadz Abu menawarkan hal yang sangat mulia dan baik itu, maka saya juga akan mengirimkan jawaban yang sangat santun yaitu, “Pak Ustadz Abu yang saya hormati, marilah kita bersahabat tanpa mempermasalahkan agama masing-masing. Saya sudah sangat bahagia dan akan terus menjunjung tinggi iman kepercayaan saya sebagai umat Katolik”. Ustadz Abu tidak pernah tersinggung atas jawaban-jawaban saya.

Dan beliau sudah sangat terbiasa menerima dan membaca pesan-pesan saya yang mengeluhkan arogansi oknum perwira tinggi Kepolisian Indonesia yang sering menteror terkait pemberitaan di Situs Berita KATAKAMI.COM yang menyoroti masalah-masalah pembekingan narkoba dan dugaan rekayasa terorisme.

Yang sering menjadi jawaban dari Ustadz Abu bila saya mengeluhkan berbagai aksi kekerasan yang saya terima terkait pemberitaan penuh kritik tadi, Ustadz Abu selalu berusaha untuk menguatkan lewat nasihat yang penuh persahabatan. “Sabar, sabarlah, sebab semua kejahatan akan ada akhirnya,” kira-kira begitulah muara dari nasihat Ustadz Abu.

Dalam hampir semua pesan-pesan singkat saya kepada Ustadz Abu Bakar Baasyir, muara utamanya adalah ajakan untuk menjaga serta mendukung sekuat-kuatnya agar INDONESIA dan DUNIA secara keseluruhan selalu dalam keadaan aman, sejahtera dan sentosa. Tanpa kekerasan. Apalagi kejahatan TERORISME.

Dan Ustadz Abu selalu menjawab dengan tenang yaitu, “Insya Alloh (akan ikut mendukung Indonesia dan Dunia yang aman, sejahtera dan sentosa)”. Bahkan dalam sebuah pesan singkatnya kepada diri saya, Ustadz Abu pernah mengatakan, “Ya Alloh, berkahilah sahabat baru kami ini yang menawarkan dan mengulurkan tangan persahabatan dan perdamaian kepada kami”.

Dan jika kita berbicara soal penanganan terorisme yang akhir-akhir ini marak dilakukan oleh Densus 88 Anti Teror Polri menjelang kunjungan kenegaraan Presiden AS Barack Obama ke Indonesia bulan Juni mendatang, semua pihak menjadi berpikir keras tentang kegarangan Densus 88 Anti Teror Polri mengangkat isu terorisme ke permukaan.

Ribuan amunisi, senjata-senjata curian, denah-denah peledakan, dan target-target pembunuhan ke pejabat-pejabat penting, semua ini melekat erat dengan sosok-sosok teroris yang diklaim Polri kembali merajalela di Indonesia.

Pertanyaannya, apakah benar teroris yang diudak-udak Densus 88 Anti Teror Polri itu adalah teroris ?
Atau patutkah dapat diduga itu semua hanyalah rekayasa semata ? Tak jelas.

Satu hal yang sangat amat jelas adalah terorisme memang kejahatan kemanusiaan yang patut diperangi oleh semua bangsa di dunia. Tetapi janganlah kiranya, terorisme itu dijadikan komoditi dagang untuk dijual ke negara adikuasa atau pihak manapun yang diyakini akan dapat mengucurkan aliran dana sederas-derasnya atas nama penanganan terorisme.

Tanganilah terorisme dengan sebenar-benarnya. Jangan mau dipermainkan oleh kekuatan-kekuatan dunia yang bangga dengan label “super power” tetapi agar menjadi kelihatan “manis dan syahdu” maka label tadi kini telah diubah namanya menjadi “soft power”. Menciptakan teror di tengah rakyat atau masyarakatnya sendiri adalah bagian dari terorisme itu sendiri. Jadi, janganlah kiranya rakyat Indonesia terus ditakut-takuti dan dijejali dengan seribu satu macam kisah tentang terorisme yang sangat hiperbola dan berlebihan.

Kekuatan di bidang pertahanan dan keamanan di Indonesia ini sangat kokoh bila dibangun kerjasama dan koordinasi antara Polri, TNI, dan Badan Intelijen Negara atau BIN. Marilah kita bangun bersama, Indonesia yang kuat, bermartabat dan sangat terhormat di bidang pertahanan dan keamanan ini.

Marilah kita bangun bersama, Indonesia yang punya harga diri dan tak suka mengemis ke pihak manapun yang tahu kelemahan instansi atau oknum tertentu di negara ini yang bisa diperbudak atau dipermainkan atas nama uang, uang dan uang. Marilah kita bangun bersama, Indonesia yang sangat membanggakan yaitu disegani kawan dan ditakuti lawan. Bukan justru kebalikannya, Indonesia mau dibuat jadi diperbudak kawan dan diremehkan lawan. (/)