Adab Menikmati Hidangan Berbuka
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dia yang telah mewajibkan puasa atas hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka menjadi orang-orang bertakwa. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabiyullah Muhammad, yang telah mencontohkan ibadah shiyam dan qiyam Ramadlan kepada para sahabatnya dan pengikutnya.
Besar semangat dan harap ketika menunggu detik-detik adzan maghrib. Terbayang segarnya minuman dan lezatnya hidangan berbuka untuk menghilangkan lapar dan dahaga. Pastinya, saat berbuka adalah saat yang sangat membahagiakan bagi orang yang berpuasa.
Di saat menyantap hidangan berbuka jangan lupa memperhatikan adab-adab makan guna sempurnanya ibadah shiyam kita. Sesungguhnya di dalam adab-adab tersebut terdapat banyak barakah, mengajari rendah diri, mewujudkan rasa syukur, menjauhkan syetan, dan menghasilkan kecintaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. (Mausu'ah al-Adab: 108). Dan di antara adab-adab ini ada yang dijaga sebelum makan, di saat menyantap makanan, dan sesudah makan. Berikut ini ulasannya:
I. Adab-adab sebelum makan
1. Meluruskan niat ketika akan menyantap makanan
Seorang muslim harus menghadirkan niat yang benar saat berhadapan dengan hidangannya, seperti berniat dalam makan ini agar menghasilkan kekuataan untuk taat kepada Allah, menjaga hidup dan kesehatan yang dengan keduanya amal-amal shalih bisa kontinyu ditegakkan. Seperti inilah aktifitas makan bisa menjadi ibadah yang berpahala. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya amal tergantung pada niatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Berdoa sebelum berbuka bagi yang berpuasa
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya orang yang berpuasa ketika berbuka memiliki doa yang tidak akan ditolak." (HR. Ibnu Majah no. 1753, namun didhaifkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih wa Dhaif al-Jami' al-Shagir, no. 3775)
3. Tidak berlebihan dalam menyantap hidangan sesuai dengan perintah Allah Ta'ala dalam kitab-Nya,
وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
"Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-A'raf: 31)
II. Adab saat menyantap makan
1. Makan berjamaah dan memperbanyak tangan dalam hidangan, berdasarkan hadits,
فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ
"Berkumpullan kamu sekalian dalam makananmu dan sebutlah nama Allah atasnya, niscaya diberkahi kamu sekalian di dalamnya.” ( (HR. Abu Dawud no. 3766 dan Ibnu Majah 3286, dihassankan Al-Albani dalam Shahih wa dhaif al-Jami', no. 124)
Pernah terjadi pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, para sahabat beliau pernah mengadu, "Wahai Rasulullah sesungguhnya kami makan namun tidak merasa kenyang." Lalu Nabi bersabda, “Mungkin kalian makan sendiri-sendiri?” Mereka menjawab, “Betul.” Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menasihatkan agar makan bersama-sama (berjamaah) sesuai dengan sabda di atas.
2. Menunggu makanan yang panas hingga dingin
Diriwayatkan dari Asma bin Abi Bakar radliyallahu 'anha, jika beliau membuat roti Tsarid maka beliau tutupi roti tersebut dengan sesuatu sampai panasnya hilang. Kemudian beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bahwa hal itu lebih besar menghasilkan barakah." (HR. Ahmad no. 26418 dan dihassankan oleh Al-Arnauth dalam Ta'liq Musnad Ahmad. Syaikh al-Albani memasukkan hadits ini dalam Silsilah Shahihah no. 392)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Makanan itu tidak boleh disantap kecuali jika asap makanan yang panas sudah hilang.” (Dalam Irwa’ul Ghalil no. 1978 Syaikh al-Albani mengatakan shahih diriwayatkan oleh Imam Baihaqi, 7/2580)
Dalam Zaadul Ma’ad 4/223 Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah menyantap makanan dalam keadaan masih panas.” Yang dimaksud berkah dalam hadits dari Asma’ di atas adalah gizi yang didapatkan sesudah menyantapnya, makanan tersebut tidak menyebabkan gangguan dalam tubuh, membantu untuk melakukan ketaatan dan lain-lain. (Demikian yang dinyatakan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, 13/172)
3. Jangan mencela makanan. Abu Hurairah radhiallahu 'anhu pernah menjelaskan: “Rasulullah shallallahu alaihi wasalam tidak pernah mencela makanan. Apabila beliau menyukainya maka beliau memakannya, jika tidak suka, beliau meninggalkannya.” (HR. Al-Bukhari no. 337).
4. Berdoa ketika selesai berbuka. Dan yang disebutkan dalam hadits berkaitan dengan seorang yang berpuasa untuk berdoa ketika berbuka,
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّه
"Telah hilang rasa haus dan telah basah kerongkongan dan telah tetap pahalanya Insya Allah." (HR. Abu Dawud no. 2359, dihassankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih wa dhaif al Jami', no. 8807)
5. Membaca basmalah (Bismillah) ketika akan menyantap makanan yang pertama kali. Dan ini merupakan adab terpenting dalam urusan makan. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah memerintahkan hal ini kepada Umar bin Abi Salamah,
يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ
"Wahai anakku, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang berada di dekatmu." (HR Bukhari no. 4957 dan Muslim no. 3767 dari Maktabah Syamilah)
Dan siapa yang lupa membaca basmalah di awal, lalu teringat, hendaknya membaca ketika itu,
بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
"Dengan menyebut nama Allah, awal dan akhirnya." ((HR. Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah: 3264 dan Shahih al–Targhib wa al-Tarhib, no. 2107)
6. Makan dengan tangan kanan. Ini sesuatu yang wajib berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Apabila salah seorang kalian makan hendaknya makan dengan tangan kanannya." (HR. Muslim no. 2020)
7. Makan dengan menggunakan tiga jari, yaitu ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Adalah beliau makan dengan tiga jari, dan menjilati tangannya sebelum mengusapkannya." (HR. Muslim no. 2032)
8. Makan yang terdekat. Ini termasuk adab yang sangat mulia ketika makan berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, (HR. Bukhari no. 5061 dan Muslim no. 2022) tetapi dikecualikan darinya, apabila jenis makanan berbeda-beda, maka para ulama membolehkan mengambil yang jauh." (Fathul Baari: 15/247)
9. Memulai makan dari bagian pinggir piring, jangan dari tengahnya berdasarkan perintah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
“Jika kalian makan, maka janganlah makan dari bagian tengah piring, akan tetapi hendaknya makan dari pinggir piring. Karena keberkahan makanan itu turun dibagian tengah makanan.” (HR Abu Dawud no. 3772, Ahmad, 2435, Ibnu Majah, 3277 dan Tirmidzi, 1805. Imam Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini hasan shahih.”)
10. Tidak bersandar ketika makan, sebagaimana yang dinukilkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda,
لا آكل وأنا متكئ
"Aku tidak pernah makan dengan sambil bersandar." (HR. Bukhari, no. 5084)
Yang dimaksud duduk sambil bersandar dalam hadits tersebut adalah segala bentuk duduk yang bisa disebut duduk sambil bersandar, dan tidak terbatas dengan duduk tertentu. Makan sambil bersandar dimakruhkan dikarenakan hal tersebut merupakan duduknya orang yang hendak makan dengan lahap.
Di antara bentuk duduk bersandar adalah duduk bersandar dengan tangan kiri yang diletakkan di lantai. Ibnu ‘Addi meriwayatkan sebuah hadits yang mengatakan, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang bersandar dengan tangan kiri pada saat makan. Namun sanad hadits ini juga dinyatakan lemah oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari, 9/452. Meskipun demikian cara duduk seperti itu tetap dimakruhkan, sebagaimana perkataan Imam Malik. Beliau mengatakan, bahwa duduk semacam itu termasuk duduk bersandar.
Ibnu Hajar mengatakan, “Jika sudah disadari bahwasanya makan sambil bersandar itu dimakruhkan atau kurang utama, maka posisi duduk yang dianjurkan ketika makan adalah dengan menekuk kedua lutut dan menduduki bagian dalam telapak kaki atau dengan menegakkan kaki kanan dan menduduki kaki kiri.” (Fathul Baari: 9/452)
11. Tidak makan sambil terlentang di atas perut/tengkurap, karena cara seperti itu menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau telah melarang dua cara makan; duduk di atas perjamuan yang ada minuman keras diminum di situ dan seseorang makan dengan tengkurap di atas perutnya. (HR. Abu Dawud no. 3776 dan dihassankan oleh Al-Albani dalam Shahih wa Dhaif al-Jami' al-Shaghir, no. 1283)
12. Tidak mengambil makanan lebih dari satu saat makan bersama. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang hal itu dalam sabdanya, "Siapa yang makan kurma bersama kaum (orang lain), maka janganlah ia makan double sekaligus. Dan apabila dia ingin melakukan itu, maka harus izin dulu kepada mereka. Jika mereka mengizinkan (membolehkan), silahkan dia memakannya." (Shahih Ibni Hibban dengan tahqiq Al-Arnauth no. 5232 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih wa Dhaif al-Jami' al-Shaghir no. 11033)
Sebagian pendapat mengatakan, ini khusus berkaitan dengan kurma saja. Dan pendapat lainnya, berlaku umum pada setiap jenis buah-buahan dan biji-bijian, inilah yang lebih benar. Wallahu a'lam. (Al-Fatawa al-Haditsiyah, Ibnu Hajar al-Haitsami: 1/205)
13. Tidak berlebihan dalam makan berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
مَا مَلأَ ابْنُ آدَمَ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسَبِ ابْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ فَاعِلاً فَثُلُثُ لِطَعَامِهِ وَثُلُثُ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
"Tidak ada tempat paling buruk yang dipenuhi isinya oleh manusia kecuali perutnya, karena sebenarnya cukup baginya beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Kalaupun dia ingin makan, hendaknya ia atur dengan cara sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk nafasnya." (HR. Ahmad, an-Nasa`i dan at-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih wa Dhaif al-Jami', no. 10611)
14. Menjilati piring tempat makan agar tidak ada makann tersisa di dalamnya. Terdapat riwayat shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
فَإِذَا فَرَغَ فَلْيَلْعَقْ أَصَابِعَهُ فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي فِي أَيِّ طَعَامِهِ تَكُونُ الْبَرَكَةُ
"Dan apabila sudah selesai, hendaknya dia jilati jari-jarinya karena dia tidak tahu di makanannya yang mana terdapat berkah." (HR. Muslim, no. 3794)
Menjilati tangan sebelum membersihkannya (mengelap atau mencuci) bagian upaya mendapat berkah makanan yang ada dan sebagai bentuk menghidupkan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Anas bin Malik berkata, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
كَانَ إِذَا أَكَلَ طَعَامًا لَعِقَ أَصَابِعَهُ الثَّلَاثَ
"Adalah beliau sehabis makan makanan menjilati jari-jarinya yang tiga." (HR. Muslim no. 5426)
III. Adab sesudah makan
1. Bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya ini. Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, apabila selesai makan atau minum beliau berucap,
الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ أَطْعَمَ وَسَقَى , وَسَوَّغَهُ وَجَعَلَ لَهُ مَخْرَجًا
"Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan, minum, dan memudahkannya untuk dicerna serta memberikannya jalan keluar." (HR. Abu Dawud no. 3853. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 3851)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Siapa yang makan satu makanan kemudian berdoa,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Alhamdulillah al-Ladzii Ath'amanii Haadzaa wa Razaqaniihi min Ghairi Haulin minni walaa Quwwatin, (Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan ini kepadaku dan yang telah memberi rizki kepadaku tanpa daya dan kekuatanku.)maka akan diampuni dosanya yang telah lalu." (HR. al-Tirmidzi no. 3458, Ibnu Majah no. 3285, dan Ahmad Ahmad III/439. Disahihkan oleh Al-Albani dalam Irwa' al Ghalil no. 1989)
2. Mendoakan orang yang menjamunya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah makan di rumah sebagian sahabatnya, ketika beliau selesai maka beliau mendoakan mereka dengan,
أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ، وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارُ، وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ
"Orang-orang yang berpuasa berbuka di sisi kalian, orang-orang yang baik makan dari makanan kalian, dan para malaikat berdoa untuk kalian." (HR. Abu Dawud no. 3857, Ibnu Majah no. 1747. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih wa Dhaif al-Jami', no. 2017)
3. Tidak lama-lama duduk sesudah makan, yaitu berlaku bagi seseorang yang makan di tempat saudaranya berdasarkan firman Allah Ta'ala,
فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانتَشِرُوا
"Dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan." (QS. Al-Ahzab: 53)
Inilah beberapa adab makan berkaitan dengan berbuka puasa dan juga pada jamuan-jamuan lainnya. Semoga Allah menerima ibadah puasa Anda sekalian, memberkahi setiap santapan saat berbuka maupun sahur, dan menjadikan doa anda sekalian doa yang dikabulkan oleh Allah Ta'ala. (PurWD/voa-islam.com)