AYO DUKUNG PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI BUMI INDONESIA TERCINTA

Senin, 30 Agustus 2010

Cerita Fantastis "Terorisme", terlalu Banyak Klaim Meragukan

Oleh Farid Gaban

Penggerebegan tersangka teroris di Cibiru, Bandung, pada 7 Agustus 2010 (tepat pada saat proklamasi DI/NII oleh SM. Kartosoewiryo_red), menjadi perhatian luas media massa, tak hanya media dalam negeri melainkan juga internasional. Penggerebegan itu dilakukan hampir bersamaan dengan pernyataan Presiden Yudhoyono bahwa nyawanya terancam teroris, serta penangkapan Abu Bakar Baasyir, ulama yang pernah diadili dengan tuduhan mendalangi aksi terorisme Jemaah Islamiyah, yang tak terbukti di pengadilan. Polisi, untuk kesekian kalinya, menyebut Baasyir sebagai pemimpin Al Qaidah Asia Tenggara.

Polisi memiliki cerita yang fantastis.

Dalam penggerebegan di Bandung, menurut Humas Mabes Polri Edward Aritonang, polisi menemukan bukti bahwa teroris Jemaah Islamiyah sedang merencanakan kejahatan besar berskala luas: membunuh presiden; meledakkan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia di Jalan Trunojoyo, Jakarta; menghancurkan Markas Brimob di Kelapa Dua, Depok; meledakkan sejumlah kedutaan besar (Amerika, Australia dan Inggris); serta meledakkan sejumlah hotel internasional.

Cerita fantastis. Jika klaim polisi itu benar.

Polisi mendukung cerita fantastis itu dengan beberapa klaim tambahan. Sepertinya sejumlah klaim itu sangat meyakinkan. Tapi, nanti dulu....

KLAIM 1:

Polisi mengatakan rumah kontrakan di Cibiru, Bandung, itu merupakan laboratorium pembuatan bom yang akan dipakai untuk aksi berbagai macam kejahatan tadi.

MASALAH

Polisi sempat meledakkan bom milik tersangka teroris di rumah kontrakan yang digerebeg sebelum menunjukkan bekas ledakan kepada para wartawan. Sejauh yang kita baca dari berita-berita media massa tentang ini, dampak ledakan sangat rendah. Ini juga berlawanan dengan KLAIM 2. Jika bom itu benar demikian dahsyat, yang katanya bisa menghancurkan gedung berlantai dua, bijaksanakah polisi meledakkannya di tengah permukiman banyak penduduk?

KLAIM 2:

Polisi mengatakan menemukan sejumlah bahan kimia, terutama NATRIUM KHLORIT, yang dikatakannya bisa dibuat bom yang memiliki daya ledak lebih dahsyat dari "bom plastik" C-4, atau yang dikenal juga sebagai RDX, bom yang biasa digunakan militer.

MASALAH

Natrium khlorit, atau sodium chlorite (NaClO2), tidak dikenal sebagai bahan pembuat bom. Dia dikenal dalam industri tekstil dan bubur kertas sebagai pemutih. Atau dalam industri makanan dan obat sebagai bahan pembuat makanan suplemen. Jika bahan kimia ini bisa dibuat bom dengan daya ledak lebih dahsyat dari C-4, banyak angkatan bersenjata dunia, termasuk TNI, sudah lama beralih dari menggunakan C-4 yang mahal dan harus diimpor.

KLAIM 3:

Polisi mengatakan telah menyita mobil Mitsubishi Galant yang akan dipakai sebagai pembawa bom, "bom mobil" untuk meledakkan sasaran operasi.

MASALAH

Jika mobil Mitsubishi Galant itu merupakan barang bukti kejahatan yang penting, mengapa sampai 11 Agustus, empat hari setelah penggerebegan, mobil itu masih teronggok di tempatnya semula di Cibiru, Bandung?

KESIMPULAN

Polisi telah membuat cerita yang kedengaran "too good to be true" tentang terorisme. Cara polisi melebih-lebihkan drama penggerebegan dan melebih-lebihkan ancaman terorisme justru memunculkan kecurigaan ketika polisi sendiri nampak tak peduli pada barang bukti yang katanya penting.

Polisi memiliki cerita besar, tapi tidak teliti dalam detil, misalnya tentang natrium khlorit itu, yang membuat klaim polisi layak diragukan.

PERAN MEDIA

Polisi senantiasa percaya diri membuat klaim yang meragukan, bahkan berbohong, karena mereka tahu wartawan/media takkan bertanya. Media disibukkan oleh klaim polisi dari hari ke hari, yang mereka lahap hampir tanpa pertanyaan, termasuk kejanggalan-kejanggalan kecil seperti yang sudah disebut di atas. Wartawan dan media tenggelam dalam timbunan klaim polisi, tanpa pernah peduli untuk mengurainya.

(Farid Gaban adalah jurnalis senior. Managing Editor Republika (1991-1997), Managing Editor (1993-2003), dan sekarang Director Pena Indonesia (2004-Now); beralmameter ITB dan pernah meliput di Bosnia, Afghanistan, juga Piala Dunia di Amerika)