AYO DUKUNG PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI BUMI INDONESIA TERCINTA

Sabtu, 11 September 2010

Bagaimana Idul Fitri Seperti Rasulullah?

Segala puji bagi Allah shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad keluarganya sahabatnya dan yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Amma ba'du:

Pembaca yang dirahmati Allah Ta'alaa:

Tidak berapa lama lagi bulan Ramadhan akan berlalu dan akan datang bulan Syawal yang dinanti-nanti oleh seluruh kaum muslimin yang merupakan hari kemenangan bagi mereka yang mampu melewati Ramadhan dengan amal ibadah yang maksimal.

Supaya hari raya Idul Fitri yang akan kita lalui bernilai ibadah yang mendatangkan pahala tentu yang pertama harus ikhlas mengharap ridho Allah dan menjalaninya sesuai dengan contoh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Lalu bagaimana melalui Idul Fitri sesuai dengan beliau?

Berikut ini kami coba mengulas beberapa adab dan sunah dalam berhari raya mudah-mudahan bermanfaat.

Makna Ied:

Kata “ Ied “ berasal dari kata “ Al-‘aud “ yang artinya kembali karena ia berulang kembali dan datang dengan kegembiraan. Sedangkan dalam bahasa kita sering disebut dengan hari raya.

Islam dalam syariatnya hanya mengakui dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha, ditambah hari raya mingguan yaitu hari Jumat sebagaimana ditetapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau datang ke Madinah dan melihat mereka memiliki hari raya lain.

Adab-adab dalam hari raya:

1- Disunahkan mandi dan berpakaian paling bagus yang dimiliki pada hari raya:

Diriwayatkan dari Nafi’: (bahwa Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu dahulu biasa mandi pada hari Idul Fitri sebelum keluar ke tempat sholat) Atsar riwayat Imam Malik dalam Al-Muwatha’ dengan sanad yang shahih.

Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya dari kakeknya radhiallahu anhuma berkata: (Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memakai pakaian burdah dari Yaman yang bercorak disetiap hari raya) HR Imam Syafi’e.

2- Disunahkan makan atau minum sebelum sholat Idul Fitri:

Diriwayatkan dari Anas radhiallahu anhu berkata: (Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasanya tidak berangkat ke tempat sholat hari raya sampai makan kurma dan Beliau makan dalam jumlah ganjil) HR Ahmad dan Bukhari. Dan ini pada waktu hari raya Idul Fitri.

3- Disunahkan tidak makan atau minum sebelum sholat Idul Adha sampai menyembelih hewan kurban:

Diriwayatkan juga dari Buraidah radhiallahu anhu berkata: (Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berangkat ke tempat sholat Ied sampai beliau makan, dan beliau tidak makan pada hari raya Idul Adha sampai beliau pulang (dari sholat) lalu beliau makan dari sembelihannya) HR Ibnu Majah, Turmudzi dan Ahmad .

Muhallab berkata dalam hal ini: “ hikmah disunahkan makan sebelum sholat Idul Fitri supaya tidak ada sangkaan bahwa puasa masih wajib sampai sholat Ied, sehingga beliau ingin menutup pintu kesalahan ini “.

Ibnu Abi Hamzah berkata: “ ketika kewajiban berbuka datang setelah kewajiban puasa maka disunahkan menyegerakan berbuka sebagai wujud pelaksanaan perintah Allah Ta’alaa “.

Ibnu Qudamah berkata: “dan hikmah mengakhirkan makan sesudah sholat Idul Adha bahwa hari itu disyariatkan menyembelih hewan kurban dan makan dari sembelihannya, maka disunahkan pertama kali berbuka dari sembelihannya “.

4- Disunahkan mengeluarkan seluruh kaum muslimin pada hari raya termasuk wanita:

Diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyah radhiallahu anha berkata: (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk mengeluarkan wanita-wanita pada hari raya Idul Fitri dan Adha yaitu wanita-wanita baligh, haidh dan sedang dipingit , adapun wanita-wanita yang haidh mereka menjauhi tempat sholat) dalam lafal lain (menjauhi tempat sholat dan menyaksikan kebaikan dan doa kaum muslimin, maka aku berkata : wahai Rasulullah sebagian kami tidak memiliki jilbab , Beliau berkata : hendaklah sebagian kalian meminjamkannya untuk saudaranya) HR Bukhari dan Muslim dan yang lainnya.

Imam Syaukani berkata: “hadits tersebut dan semacamnya menjelaskan disyariatkannya mengeluarkan wanita dalam dua hari raya ke tempat sholat tanpa membedakan antara gadis atau yang menikah, yang masih muda atau lansia, yang haidh atau tidak, kecuali yang sedang dalam keadaan iddah atau karena adanya fitnah atau yang sedang dalam uzur”.

Namun tempat wanita terpisah dari laki-laki sehingga tidak terjadi ikhtilath yang menyebabkan fitnah sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir radhiallahu anhu : (….ketika Rasulullah selesai memberi nasihat kepada kaum pria beliau turun minbar lalu mendatangi wanita dan mengingatkan mereka)HR Muslim.

Imam Syaukani berkata: “dalam hadits ini menunjukkan adanya pemisahan tempat untuk wanita apabila mereka menghadiri perkumpulan laki-laki karena ikhtilath merupakan sebab fitnah yang ditimbulkan karena melihat dan lainnya “.

5- Disunahkan mendatangi tempat sholat dengan berjalan kaki :

Apabila tempat sholat bisa dijangkau dengan berjalan kaki maka disunahkan mendatanginya dengan berjalan kaki sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiallahu anhu berkata : (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa keluar ke tempat sholat Ied dengan berjalan kaki dan pulang juga berjalan kaki) HR Ibnu Majah dan dishahihkan Syeikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ nomor :4932.

6- Disunahkan melalui jalan berbeda ketika pergi dan pulang dari sholat Ied:

Diriwayatkan dari Jabir radhiallahu anhu berkata: (Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila ke tempat sholat Hari Raya beliau biasa melewati jalan berbeda ketika pergi dan pulang) HR Imam Bukhari.

Hadits ini dan yang semacamnya menunjukkan disunahkan pergi ke tempat sholat Ied melalui jalan yang berbeda ketika pulang baik untuk Imam maupun Makmum dan ini pendapat kebanyakan ulama seperti dikatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari.

Dan hikmah membedakan jalan pergi dan pulang sebagaimana dikatakan Al-Munawi dalam Faidhul Qadir: (supaya selamat dari gangguan orang yang ada dikedua jalan tersebut, atau untuk keberkahan, atau untuk memenuhi hajat pada kedua jalan itu, atau untuk menampakkan syiar Islam pada keduanya, atau supaya membuat marah orang-orang munafik yang ada dikedua jalan itu).

Ibnu Qayyim menambahkan: (yang paling benar adalah untuk semua hikmah yang disebutkan atau yang lainnya).

7- Disunahkan bertakbir pada hari raya dengan jahar dijalanan dan tempat sholat sampai imam keluar :

Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu anhu: (bahwa apabila berangkat ke tempat sholat beliau bertakbir yaitu bertakbir dengan suara keras).

Dalam riwayat lain: (beliau berangkat ke tempat sholat pada hari raya apabila matahari telah terbit lalu bertakbir sampai mendatangi tempat sholat lalu bertakbir ditempat sholat sampai ketika imam telah duduk beliau berhenti bertakbir ) Keduanya riwayat Imam Syafi’ie dan dishahihkan dalam Shahih Al-Jami’ nomer : 4934.

Berkata Al-Munawi dalam Faidhul Qadir: (beliau keluar pada saat dua hari raya ketempat sholat yang ada pada gerbang timur Madinah yang berjarak seribu hasta dari pintu masjid).

Berkata ibnu Syaibah: berkata Ibnu Qayyim : beliau tidak pernah sholat Ied di masjidnya kecuali sekali karena hujan bahkan beliau selalu melakukannya di lapangan. Dan menurut mazhab Hanafi : bahwa sholat di lapangan lebih utama dari di masjid, dan berkata Malikiyah dan Hanbaliyah : kecuali di Mekah. Dan berkata ulama Syafiiyyah : kecuali di tiga masjid lebih utama karena keutamaan ketika masjid tersebut.

Sifat takbir :

Berkata Imam Syaukani dalam Nailul Authar : adapun sifat takbir maka riwayat yang paling shahih yang dikeluarkan Abdur Razaq dengan sanad yang shahih dari Salman berkata : “ bertakbirlah Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar”

Dan diriwayatkan dari Sa’id bin Jubair dan Mujahid dan Abdur Rahman bin Abi Laila dikeluarkan AL Firyani dalam kitab “Iedaini” juga pendapat Imam Syafi’ie dengan tambahan : Walillahil hamdu.

Dalam riwayat lain: bertakbir tiga kali dan menambah Laa Ilaaha Illa LLah wahdahu Laa Syariika lahu …

Dalam riwayat lain : bertakbir dua kali dan setelahnya Laa Ilaaha Illa LLah waLLahu Akbar Allahu Akbar walillahil hamdu, diriwayatkan dari Umar dan Ibnu Mas’ud dan dipegang oleh Imam Ahmad dan Ishaq.

Adapun dizaman ini ada beberapa tambahan dalam lafaz takbir yang tidak ada asalnya. Wallahu a’lam.